Jakarta - Duka mendalam menyelimuti dunia pendidikan maritim Indonesia menyusul kepergian salah satu taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Marunda, Jakarta Utara, Putu Satria Sananta Rustika, yang berusia 19 tahun.
Berdasarkan investigasi intensif yang dilakukan oleh Satreskrim Polres Metro Jakarta Utara, kejadian tragis ini terungkap dalam kurun waktu 24 jam.
Korban, yang merupakan taruna tingkat pertama, ditemukan tewas pada Jumat (3/5) pagi. Hasil autopsi yang dilakukan terhadap jasad korban menunjukkan adanya luka yang cukup parah di ulu hati serta lecet di bagian mulut.
Kombes Polisi Gidion Arif Setyawan, selaku Kapolres Metro Jakarta Utara, mengungkapkan bahwa korban mengalami kekurangan oksigen ke saluran vital setelah dianiaya oleh pelaku berinisial TRS, seorang taruna tingkat dua.
"Setelah dipukul lima kali di bagian ulu hati, korban jatuh pingsan dan senior berusaha menarik lidahnya. Namun, tindakan ini malah membuat aliran oksigen ke organ vital terhambat," ujar Kapolres pada konferensi pers di Jakarta, Sabtu.
Dalam keterangan selanjutnya, Kapolres menambahkan bahwa upaya penyelamatan yang tidak sesuai prosedur tersebut justru mempercepat kematian korban. Penyebab spesifik kematian korban dikaitkan dengan pecahnya jaringan paru akibat luka di ulu hati.
Menurut informasi yang diperoleh, kasus penganiayaan ini bermula di salah satu toilet di kampus STIP. Saat itu, terdapat empat taruna tingkat dua yang berperan sebagai senior dan empat taruna tingkat satu.
Dilaporkan bahwa TRS memanggil junior yang membuat kesalahan dan menanyakan siapa di antara mereka yang paling kuat. Korban yang juga merupakan ketua dari taruna junior dengan berani menjawab bahwa dirinya yang paling kuat.
"Memang ada empat senior, tapi dalam kasus ini pelaku tunggal yaitu TRS melakukan aksi yang menyebabkan korban meninggal dunia," ungkap Kapolres.
TRS kini telah resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penganiayaan yang mengakibatkan kematian Putu Satria Ananta Rustika.
"Kami melakukan pemeriksaan dalam 24 jam dan menetapkan satu orang pelaku yang menyebabkan taruna tingkat satu meninggal dunia," terang Kombes Polisi Gidion Arif Setyawan.
Penyidik masih terus mendalami kasus ini bersama tim medis yang kompeten dalam melakukan visum dan autopsi.
Pelaku dijerat dengan pasal 338 tentang pembunuhan juncto subsider pasal 351 ayat 3 tentang penganiayaan berat yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara.
Kasus ini menambah daftar panjang kekerasan di lingkungan pendidikan, khususnya yang berhubungan dengan tindakan senioritas yang berlebihan. Komunitas pendidikan dan masyarakat luas diingatkan akan pentingnya menghormati hak asasi manusia dan memastikan lingkungan pendidikan yang aman bagi semua.
Social Plugin